Kamis, 08 April 2010

PENGALENGAN

PENGALENGAN

1. Pendahuluan

Pengalengan adalah ilmu yang tergolong tua dalam usia, kira-kira lebih dari 175 tahun yang lalu, telah dimulai dan dikembangkan di negara barat, dan kini sudah mulai berkembang di berbagai negara berkembang. Namun, cara-cara praktek pengalengan secara baik belum banyak dilakukan oleh industri pengalengan di Indonesia. Terutama cara-cara perhitungan jumlah panas yang diperlukan sehingga makanan kaleng bebas dari mikroba pembusuk serta penyebab keracunan, dan kerusakan gizi serta kerusakan komponen citarasa dapat dihindari semaksimal mungkin.

2. Prinsip Pengalengan

Penggunaan panas pada pengawetan bahan makanan sudah dikenal secara luas. Berbagai cara yang dilakukan seperti memasak, menggoreng, merebus, atau pemanasan lainnya merupakan salah satu cara pengawetan bahan makanan. Melalui perlakuan tersebut terjadi perubahan keadaan bahan makanan, baik sifat fisik maupun kimiawi sehingga keadaan bahan ada yang menjadi lunak dan enak dimakan. Pemanasan mengakibatkan sebagian besar mikroorganisme dan enzim mengalami kerusakan sehingga bahan makanan yang telah dimasak lebih tahan selama beberapa hari.

Pengalengan makanan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetis dan kemudian disterilkan. Metode pengawetan tersebut ditemukan oleh Nicolas Appert, seorang ilmuwan Prancis. Di dalam pengalengan makanan, bahan pangan dikemas secara hermetis (hermetic) dalam suatu wadah, baik kaleng, gelas, atau aluminium. Pengemasan secara hermetis dapat diartikan bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara air, kerusakan akibat oksidasi, ataupun perubahan cita rasa.

Daya awet makanan kaleng sangat bervariasi sangat tergantung dari jenis bahan pangan, jenis wadah, proses pengalengan yang dilakukan dan kondisi tempat penyimpanannya, tetapi jika proses pengolahannya sempurna maka daya awet produk yang dikalengkan, akan lama. Kerusakan makanan kaleng pada umumnya terjadi karena perubahan tekstur dan cita rasa dibandingkan karena mikrooragnisme.

Tiga jenis bahan yang dipakai dalam proses pembuatan kaleng, yaitu Electrolyte Tin Plate (ETP), Tin Free Steel (TFS), dan aluminium (alum). Kebanyakan pengalengan menggunakan TF-CT lapisan baja yang dilapisi kromium secara elektris. Segera setelah dilapisi kromium, terbentuklah lapisan kromium oksida pada seluruh permukaannya. Jenis TFS memiliki beberapa keunggulan di antaranya lebih murah harganya karena tidak menggunakan timah putih dan lebih baik daya adhesinya terhadap bahan organic. Sedangkan kelemahannya adalah lebih tinggipeluangnya untuk berkarat.

Penutupan kaleng tahap pekerjaan yang sangat penting dalam pengalengan. Kaleng yang tidak rapat mengakibatkan terjadinya kontaminasi dan ada udara masuk yang dapat merusak makanan dalam kaleng. Untuk mencegah kebocorankaleng, maka kaleng ditutup secara ganda lipatan dan pada sambunganya dilapisi dengan senyawa semen atau lacquer bercampur karet.

3. Mikroorganisme dalam Makanan Kaleng

Pada pengawetan pangan, secara teknis ada beberapa cara yang menggunakan prinsip mikrobiologis yaitu mengurangi jumlah seminimal mungkin mikroorganisme pembusuk, menguramgi kontaminasi mikroorganisme, menciptakan suasana lingkungan yang tidak disukai oleh mikroorganisme pembusuk, serta mematikan mikroorganisme dengan cara pemanasan atau radiasi.

Pemusnahan mikroorgnaisme dengan pemanasan dalam pengalengan ikan pada prinsipnya menyebabkan terjadinya denaturasi protein, serta menonaktifkan enzim yang membantu dalam metabolisme. Penerapan panas dapat bermacam-macam tergantung dari jenis mikroorganismenya, fase mikroorganisme dan kondisi lingkungan spora bakteri. Semakin rendah suhu yang diberikan maka semakin banyak waktu yang diperlukan selama pemanasan. Panas yang diberikan dapat memusnahkan sebagian sel vegetatif, sebagian besar atau seluruh sel. Sebagian besar atau seluruh untuk sterilisasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.1 dan Tabel 9.2. semakin banyak jumlah spora akan semakin lama waktu sterilisais. Pada pengalengan, yang perlu diwaspadai adalah bakteri anaerob seperti Clostridium botullinum yang tahan terhadap suhu tinggi. Bakteri menyukai suhu di atas 55oC.

Tabel 9.1. Efek suhu pemanasan terhadap kebutuhan waktu untuk memastikan spora

Suhu (oC)

Waktu (Menit)

100

1200

105

600

110

190

115

70

120

19

125

7

130

3

135

1

Tabel 9.2. Efek jumlah awal spora terhadap waktu yang diperlukan

Jumlah awal spora

Waktu (Menit)

50000

14

5000

10

500

9

5

8

4. Sterilisasi

Sterilisasi adalah metode dasar dalam pengawetan ikan dengan teknik pengalengan. Kaleng yang ditutup rapat dipanaskan untuk menonaktifkan enzim, membunuh mikroorganisme, dan mengubah ikan dari bentuk mentah menjadi produk yang siap disajikan tetapi memiliki kandungan gizi yang tinggi.

Pengertian sterilisais ialah suatu usaha membebaskan alat-alat atau bahan-bahan dari segala macam bentuk kehidupan terutama mikroorganisme. Jadi, jika suatu alat atau bahan steril, berarti tidak ada kehidupan dan kegiatan mikroorganisme baik mikroorganisme patogen, nonpatogen, pembusuk, dan lain-lainnya sudah dimusnahkan.

Pemanasan pada bahan makanan dilakukan sedemikian rupa sehingga mikroorganisme yang membahayakan terhadap manusia telah mati, tetapi sifat bahan tidak banyak mengalami perubahan. Karena itu timbul beberapa macam istilah sterilisasi antara lain:

a. Sterilisasi biologis

Pemanasan yang mengakibatkan musnahnya segala macam bentuk kehidupan yang ada pada bahan makanan yang dipanaskan.

b. Sterilisasi komersil

Yaitu suatu tingkat sterilisasi sedemikian rupa sehingga dalam keadaaan normal tidak akan rusak. Bahan tidak steril 100% tetapi bakteri patogen dan pembentuk racun telah dimatikan.

Sterilisasi biasanya dilakukan pada suhu yang tinggi di atas 100oC misalnya 121oC selama 15 menit. Sterilisasi dengan pemanasan dibedakan atas:

a. Sterilisasi dengan pemijaran biasanya dilakukan untuk alat-alat seperti jarum ose dan menggunakan pembakar Bunsen

b. Sterilisais dengan udara panas, alat yang digunakan adalah oven dengan suhu 170-180oC selama 2 jam, dan peralatan yang disterilkan biasanya alat-alat dari kaca yang tahan terhadap suhu tinggi. Perlu diperhatikan, setelah sterilisasi oven jangan dibuka untuk menghindarikeretakan pada peralatan

c. Sterilisasi dengan uap air panas biasanya menngunakan peralatan dandang sama halnya seperti mengukus, yaitu menggunakan uap air panas.

d. Sterilisasi dengan uap air panas bertekanan, alat yang digunakan adalah autoclave, biasanya digunakan untuk mensterilkan media. Waktu sterilisasi mulai dihitung pada saat suhu dan tekanan yang diperlukan yaitu 1231oC dengan tekanan 2 atm berkisar antara 15-30 menit. Jika sterilisasi sudah selesai, autoclave dibiarkan beberapa saat sampai tekanannya kembali normal.

Sterilisasi komersil adalah sterilisasi yang biasanya dilakukan terhadap sebagian besar makanan di dalam kaleng atau botol. Makanan yang steril secara komersil berarti semua mikroba penyebab penyakit dan pembentuk racun (toksin) dalam makanan tersebut telah dimatikan, demikian juga semua mikroba pembusuk. Mikroba lainnya mungkin saja ada di dalam makanan tersebut tetapi berada di luar perhatian kita.

Ketahanan panas suatu mikroorganisme ditunjukkan oleh Thermal Death Time (TDT)-nya, yaitu jumlah menit yang dibutuhkan untuk suhu tertentu. TDT akan turun secara logaritmik denganmeningkatnya suhu. Hubunga itu disebut sebagai Lethality (L) atau letalitas.

Alat sterilisai pada skala industri untuk produk makanan kaleng diperlukan retort yang dilengkapi dengan boiler, untuk skala kecil dapat digunakan autoclave. Retort adalah suatu bejana tempat produk yang dikalengkan, dilakukan proses sterilisasi dengan menggunakan tekanan uap. Bentuk retort ada yang vertikal dan horizontal, cara kerjanya ada yang dalam posisi diam dan ada yang melakukan gerakan. Dalam industri perikanan yang banyak digunakan adalah diam, batch, baik horozontal maupun vertikal.

5. Menentukan Suhu Pemanasan

Tingkat penetrasi panas ke dalam makanan harus diketahui untuk memperhitungkan panas yang dibutuhkan dalam pengawetan. Semua bagian dalam kaleng beserta produknya harus menerima panas yang cukup. Panas dapat berpenetrasi dengan cara konduksi, konveksi, atau kombinasi keduanya.

Perambatan panas dapat berjalan secara konduksi, konveksi, atau radiasi. Di dalam pengalengan makanan biasanya perambatan panas berjalan secara konveksi atau konduksi. Sifat perambatan panas itu perlu diperhatikan untuk menentukan jumlah panas optimum yang harus diberikan pada makanan kaleng.

Konduksi adalah perambatan panas, panas dialirkan dari satu partikel ke partikel lain tanpa adanya pergerakan atau sirkulasi dari partikel itu, misalnya pada makanan-makanan yang berbetuk padat seperti cornet beef

Konveksi adalah perambatan panas, panas dialirkan dengan cara pergerakan atau sirkulasi, misalnya pada makanan-makanan yang berbentuk cair seperti sari buah-buahan.

Makanan kaleng atau bahan yang dipanaskan terdapat tempat (titik) yang paling lambat menerima panas yaitu yang disebut cold point. Perambatan panas secara konduksi, cold pointnya terdapat di tengah atau di pusat bahan tersebut. Sedangkan pada bahan-bahan yang merambatkan panas secara konveksi cold point terletak di bawah atau di atas pusat, yaitu kira-kira ¼ bagian atas atau bawah sumbu.

Perambatan panas secara konveksi jauh lebih cepat daripada perambatan panas secara konduksi. Semakin padat bahan pangan maka perambatan panas semakin lambat. Cara jumlah penghitungan panas yang harus diberikan pada proses pengalengan bukan suatu teknik yang mudah dan sederhana. Proses sterilisasi panas dihitung secara hati-hati dan sebelumnya harus dipahami terlebih dahulu jenis dan kondisi bahan yang akan diproses, ukuran kaleng, dan tahap-tahap pengalengan yang harus dilakukan.

Pengetahuan mengenai sumber kontaminasi, jenis kontaminasi, lingkungan hidup, dan tingkat daya tahan kontaminan terhadap panas juga diperlukan untuk memahami prinsip proses sterilisasi panas. Semua informasi tersebut diperlukan untuk menghitung waktu dan suhu sterilisasi yang diperlukan suatu jenis produk pada ukuran kaleng tertentu agar mampu memusnahkan seluruh mikroba pembusuk yang terdapat dalam produk tersebut.

6. Tahap Pengalengan Ikan

Berdasarkan cara pengolahannya, pengalengan hasil perikanan dapat dibedakan dalam beberapa tipe, yaitu direbus dalam air garam, dalam minyak, dalam saos tomat, dan dibumbui. Adapula pembagian produk pengalengan atas dasar bahan yang dikalengkan, dalam keadaan mentah, atau dimasak terlebih dahulu.

A. Persiapan wadah

Wadah yang akan digunakan hendaknya dibersihkan atau diperiksa secara teliti sebelum digunakan untuk pengalengan. Cara tersebut apabila dilaksanakan denganbaik akan menakan terjadinya kebusukan.

1. Wadah kaleng (Tin can)

Di dalam pengalengan suatu produk penting diperhatikan untuk selalu menggunakan jenis kaleng yang sesuai produk, dengan tujuan untuk menghindari terjadinya perubahan warna. Kaleng-kaleng yang akan digunakan hendaknya diperiksa solderannya, adanya karat atau cacat lainnya, misalnya lekuk-lekuk atau penyok. Kaleng yang telah cacat hendaknya jangan digunakan.

Kaleng yang baik kemudian dicuci dalam air sabun hangat dan kemudian dibilas dengan air bersih. Tutup kaleng jangan dicuci untuk menghindari terjadinya kerusakanpada gasket. Oleh karena itu, tutup kaleng harus selalu dijaga kebersihannya, misalnya dibungkus dengan kantung plastic aau dipak dalam karton, sehingga kaleng terhindar dari debu dan uap air.

a. Gelas jars

Selain kaleng, wadah yang dapat digunakan adalah gelas jars. Gelas jars adalah padatan amorf dari suatu larutan silica oksida, kalsium, natrium, dan elemen lain. Bahan mentah gelas terutama adalah pasir, soda, abu, dan batu kapur yang dipilih secara hati-hati. Wadah gelas untuk bahan pangan dapat dibedakan ke dalam dua bentuk, yaitu gelas bermulut lebar (wide mouth) dan gelas berleher sempit (narrow neck).

Gelas jars hendaknya diperiksa terlebih dahulu terutama pada bagian penutupan, karena produk kalengan akan membusuk bila penutupan tidak sempurna. Pemeriksaan gelas jars juga dilakukan terhadap ada/tidaknya keretakan, goresan atau bagian finish yang tidak sempurna, sedangkan tutup diperiksa apakah dapat menutup dengan baik atau tidak.

Setelah pemeriksaan tersebut, gelas jars beserta tutupbya dicuci dalam air sabun yang hangat, kemudian dibilas dengan air bersih, setelah itu gelas jars direndam dalam air mendidih sekurang-kurangnya 15 menit. Apabila tidak, akan menimbulkan kerusakan pad akaret atau gasket tutup, tutup gelas jars dapat juga direndam dalam air panas tersebut. Apabila pengisian produk akan dilakukan dalam keadaan panas, maka gelas jars juga harus dijaga agar tetap dalam keadaan panas.

Keuntungan dan kerugian menggunakan kaleng dan wadah gelas.

Keuntungan pemakaian wadah gelas:

Ø Transparan/tembus pandang

Ø Mengurangi pemucatan warna (diskolorisasi)

Ø Mengurangi pembentukan karat

Kelemahan wadah gelas:

Ø Mudah pecah

Ø Lebih berat dibandingkan dengan kaleng

Ø Rambatan panas pada gelas lebih lambat dan tidak dapat didinginkan secara cepat

Ø Produk yang dikalengkan dalam wadah gelas harus disimpan di tempat yang gelap untuk menghindari pengaruh cahaya

Keuntungan pemakaian wadah kaleng

Ø Kaleng dapat ditutup rapat sebelum disterilkan. Hal itu dikarenakan ujung-ujung kaleng pada waktu pemanasan trut memuai tanpa merusak sambungan pada bagian pinggir kaleng

Ø Ringan, pembuatannya mudah dan cepat

Ø Perambatan panas lebih cepat dan dapat didinginkan secara cepat tanpa merusak kaleng

Ø Oksigen dalam head space bereaksi dengan cepat dengan logam komponen kaleng, seperti besi dan timah sehingga pemucatan warna dan penyimpangan flavour dapat dihambat.

b. Retort pouch

Retort pouch adalah kantng plastic multi lapis yang terdiri atas polyester, aluminium foil dan polypropylene, yang dirancang sebagai kemasan yang mampu menyaingi daya simpan kemasan kaleng dan menyamai mutu kemasan makanan beku

Retort pouch memiliki kelebihan dibandingkan kemasan kaleng karena penetrasi berlangsung lebih cepat dan lebih efisien sehingga dapat mempertahankan kandungan gizi, warna, dan cita rasa. Secara keseluruhan produk yang menggunakan retort pouch mutunya lebih baik, lebih enak, warna dan teksturnya lebih baik jika dibandingkan dengan kemasan kaleng, lebih praktis dalam penyajian, dan penyimpanannya juga biaya produksi jauh lebih murah.

B. Pengisian (Filling)

Pengisisan wadah dengan bahan yang telah disiapkan sebaiknya dilakukan segera setelah proses persiapan selesai. Pengisian hendaknya dilakukan secara teratur dan seragam. Produk diisikan sampai permukaan yang diinginkan dalam wadah dengan memerhatikan adanya Head space, kemudian medium pengalengan (canning medium) diisikan menyusul. Head space adalah ruang kosong antara permukaan produk dengan tutup. Fungsinya sebagai ruang cadangan untuk pengembangan produk selama disterilisasi, agar tidak menekan wadah karena akan menyebabkan gelas menjadi pecah atau kaleng menjadi gembung.

a. Metode pengisian

Pengisian wadah degan bahan pangan yang telah dipersiapkan dapat dilakukan secara manual, menggunakan mesin semi otomatis, dan bahkan dengan mesin otomatis. Pemilihan metode pengisian sangat tergantung pada produk yang dikalengkan, misalnya pada produk yang diinginkan cita rasanya agar lebih baik.

Apabila digunakangelas jars, cara pengisian dilakukan dengan metode yang sama, walaupun dibutuhkan perlakuan yang lebih khusus, misalnya gelas jars harus dipanaskan dahulu bila akan diisi produk dalam keadaan panas. Panas waktu pengisian produk panas tersebut, apabila gelas jars akan diletakkan pada tempat yang diinginkan, sebaiknya dilakukan dengan menaruh wadah gelas tersebut dalam penangas air panas. Untuk jars yang menggunakan ring karet, ring harus diletakkan pada tempatnya, kemudian produk dalam keadaan panas diisikan ke dalam jars, lalu ditambahkan medium pengalengan dan gelembung-gelembung udara dihilangkan dengan menggunakan pisau kecil

b. Pengecekan berat

Wadah-wadah diisi dengan produk sampai mencaai berat yang telah ditentukan. Untuk tujuan itu, digunakan alat timbangan, tergantung pada kalengnya. Ketepatan berat merupakan faktor ekonomis, karena dapat mengurangi jumlah produk yang terbawa serta. Untuk beberapa jenis produk, berat yang tepat sangat penting karena proses sterilisais selanjutnya dipengaruhi oleh jumlah (volume/berat) produk. Selain itu, berat produk yang tepat pada setiap operasi akan menanamkan kepercayaan konsumen terhadap produk yang telah dihasilkan. Untuk memenuhi berat tersebut, kadang-kadang diperlukan potongan kecil (serpihan atau hancuran). Dengan demikian, isian kaleng dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

Ø Fancy, terdiri atas potongan-potongan pokok

Ø Standard, terdiri atas potongan pokok ditambah serpihan

Ø Flakes atau salad, terdiri atas serpihan-serpihan daging

  1. Medium pengalengan (Canning medium)

Medium pengalengan adalah larutan atau bahan lainnya yang ditambahkan ke dalam produk waktu proses pengisian. Jenis-jenis medium yang biasa digunakan adalah larutan garam, sirup, kaldu, dan minyak. Larutan garam digunakan untuk bahan pangan yang tidak asam, sirup digunakan untuk buah-buahan, kaldu untuk daging, dan minyak digunakan untuk ikan dan hasil perikanan lainnya. Medium pengalengan tersebut dapat memberikan cita rasa pada produk kalengan,dan juga berfungsi untuk mengurangi waktu sterilisasi, dengan cara meningkatkan proses perambatan panas, serta dapat mengurangi korosi kaleng dengan cara menghilangkan udara.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan perambatan panas di dalam makanan kaleng antara lain:

Ø Jenis bahan baku wadah

Ø Ukuran dan bentuk wadah

Ø Tingkat pengisian produk wadah

Ø Kekentalan cairan

Ø Distribusi produk di dalam wadah

Ø Suhu awal produk

Ø Lokasi wadah dalam medium pemanasan

Ø Suhu retor

Ø Ada/tidaknya pengocokan (agitasi) wadah selama sterilisasi

Sampai batas tertentu kita dapat menggolongkan perambatan panas yang akan terjadi pada bahan di dalam kaleng dengan memerhatikan sifat-sifat fisiknya. Perambatan panas di dalam kaleng dapat terjadi secara konveksi (misalnya pada sari buah),campuran antara konveksi dan konduksi (misalnya pada jagung dalam krim), atau konduksi (misalnya pada bayam hancuran atau daging dan ikan). Seperti diketahui, perambatan panas secara konveksi berlangsung lebih cepat dibandingkan secara konduksi.

Pembuatan larutan garam harus digunakan garam (NaCL) yang bermutu tinggi. Garam yang diproduksi khusus untuk pengalengan makanan lebih disukai, karena lebih mudah larut dalam air daripada garam meja, dan tidak mudah mengendap kembali. Meskipun demikian, garam meja bermutu baik dapat digunakan, tetapi garam meja yang sudah diiodisasi (garam beriodium) tidak direkomendasikan.

Air yang akan digunakan untuk membuat larutan garam harus bebas kalsium dan magnesium. Di dalam beberapa hal diperlukan untuk memanaskan air terlebih dahulu, kemudian dibiarkan mengendap dan disaring. Larutan garam dibuat dengan cara menambahkan sejumlah garam ke dalam air, biasanya larutan garam 2% dapat digunakan untuk sebagian besar produk kalengan. Di dalam pembuatan larutan garam tersebut sebaiknya digunakan wadah stainless steel atau tanki yang dilapisi gelas/plastik untuk mencegah terjadinya korosi pada metal.

Larutan garam yang digunakan dalam pengalengan harus dipanaskan sampai mendidih dan kemudian ditambahkan ke dalam wadah (kaleng/gelas) yang sudah berisi produk. Sebagian industri pengalengan yang besar, kadang-kadang menggunakan juga garam berbentuk tablet. Tablet garam tersebut ditaruh di atas produk di dalam wadah, kemudian ditambahkan air mendidih ke dalam wadah tersebut.

Sirip digunakan sebagai medium buah-buahan kalengan, kecuali untuk buah-buahan yang dipak padat (packed solid). Sirup disiapkan dengan cara mendidihkan gula (gula pasir/sukrosa) dalam air selama 5 menit untuk melarutkan seluruh gula dan mengurangi kadar oksigen dalam sirup. Buih yang terbentuk pada permukaan larutan gula selama dipanaskan hendaknya dibuang. Sirup ditambahkan ke dalam wadah yang berisi produk sampai hampir penuh, dan setelah exhausting biasanya ditambahkan lagi air panas untu memenuhi wadah.

Kaldu dan minyak digunakan sebagai medium pengalengan daging, unggas,dan ikan. Kaldu dibuat dari kulit, tulang, lemak, atau bagian-bagian lain yang tidak digunakan, dengan cara didihkan dalam air dan ditambah bumbu rempah. Seperti halnya dalam pembuatan sirup, buih yang terbentuk dibuang. Pemanasan kaldu biasanya dilakukan alam steam jacketed kettle.

  1. Head space

Head space adalah ruang di antara tutup wadah dengan permukaan produk. Besarnya bervariasi tergantung pada jenis produk dan jenis wadah. Umumnya untuk produk cair dalam kaleng, tingginya sekitar 0,25 inchi, sedangkan bila wadah yang digunakan adalah gelas jars, direkomendasikan head space yang lebih besar. Besarnya head space dalam wadah sangat penting diperhatikan, apabila terlalu kecil akan menyebabkan pecahnya wadah akibat ekspansi (pengembangan) produk selama proses sterilisasi. Apabila head space terlalu besar, sejumlah kecil udara akan terperangkap dalam kaleng sehingga akan mengakibatkan terjadinya oksidasi dan perubahan warna produk.

C. Exhausting

Sebagian besar oksigen dan gas lain harus dihilangkan dari bahan di dalam wadah sebelum operasi penutupan. Di dalam wadah yang sudah ditutup tidak diinginkan adanya oksigen, karena gas itu dapat bereaksi dengan bahan pangan atau bagian dalam kaleng sehingga akan mempengaruhi mutu, nilai gizi, dan umur simpan produk kalengan. Exhausting juga berguna untuk memberikan ruangan bagi pengembangan produk selama proses sterilisasi sehingga kerusakan wadah akibat tekanan produk dari dalam dapat dihindarkan, juga berguna untuk menaikkan suhu produk di dalam wadah sampai mencapai suhu awa (initial temperature).

Pada pabrik berskala kecil, exhausting dilakukan dengan cara melakukan pemanasan pendahuluan terhadap produk, kemudian produk tersebut diisikan ke dalam kaleng dalam keadaan panas dan wadah ditutup juga dalamkeadaan masih panas. Untuk beberapa jenis produk, exhausting dapat dilakukan dengan cara menambahkan medium, misalnya saos tomat atau larutan garam mendidih.

Pabrik pengalengan ikan yang berskala besar, exhausting dilakukan secara mekanis dan dinamakan pengepakan vakum (vacuum packed). Prinsipnya adalah menarik oksigen dan gas-gas lain dari dalam kaleng dan kemudian segera dilakukan penutupan wadah.

Penghampaan juga bermanfaat untuk:

Ø Mengurangi tekanan di dalam kaleng, sehinggakaleng tidak pecah selama sterilisasi

Ø Menghilangkan oksigen untuk mengurangi kemungkinan oksidasi isi kaleng dan korosi pada bagian dalam kaleng karena dapat menyebabkan kebocoran pada kaleng

Ø Menjaga kandungan vitamin C

D. Penutupan wadah

Setelah kaleng di-exhausted harus segera ditutup secara hermatis. Suatu penutupan yang baik diperlukan untuk mencegah terjadinya pembusukan. Apabila digunakan kaleng sebagai wadah maka penutupan yang baik akan mencegah terjadinya kebocoran dari satu kaleng yang dapat menimbulkan pengkaratan pada kaleng lainnya.

Penutupan wadah kaleng sering disebut dengan istilah double seaming. Sedangkan mesin yang digunakan untuk penutupan double seamer machine, jensinya bervariasidari yang digerakkan dengan tangan sampai yang otomatis. Tetapi pada prinsipnya kerja mesin tersebut sama, yaitu menjalankan dua operasi dasar. Operasi pertama berfungsi untuk membentuk atau menggulung bersama ujung pinggir tutup kaleng dan badan kaleng, sedangkan operasi kedua berfungsi untuk meratakan gulungan yang dihasilkan oleh operasi pertama.

Apabila wadah yang digunakan adalah gelas jars, maka wadah tidak ditutup kuat-kuat (hermatis) sampai proses sterilisasi selesai, yaitu hanya dengan cara memutar tutupnya ke bawah secara perlahan. Setelah proses sterilisasi selesai, penutupan dikuatkan dengan memutar tutup kuat-kuat agar terbentuk penutupan yang hermatis.

E. Sterilisasi/Processing

Sterilisasi atau lebih dikenal dengan istilah processing adalah operasi yang paling penting dalam pengalengan makanan. Processing tidak hanya bertujuan untuk menghancurkan mikroba pembusuk dan patogen, tetapi juga berguna untuk membuat produk menjadi cukup masak, yaitu dilihat dari penampilan, tekstur, dan cita rasanya sesuai dengan yang diinginkan. Oleh karena itu, proses pemanasan harus dilakukan pada suhu yang cukup tinggi untuk menghancurkan mikroba, tetapi tidak boleh terlalu tinggi sehingga membuat produk menjadi terlalu masak.

Pada prinsipnya, proses pemanasan yang diterapkan di dalam industri pengalengan atau pembotolan pangan, dirancang khusus hanya cukup untuk mencapai sterilisasi komersil. Kondisi tersebut tidak mudah dicapai, tetapi kadang-kadang justru dapat menghasilkan perubahan-perubahan mutu yang tidak diinginkan dalam produk.

Berbeda dengan strerilisasi total, dalam sterilisasi komersil masih terdapat beberapa mikroorganisme yang masih dapat hidup setelah pemanasan (sterilisasi). Untuk menghindari terjadinya perubahan yang tidak diinginkan, maka dikembangkan cara penerapan proses sterilisasi yang tepat dan aman serta dapat meminimalkan kerusakan dan penurunan mutu produk yang diakibatkan adanya efek panas.

Proses tersebut dikenal dengan proses themal atau proses pemanasan makanan, yang prinsip dasarnya diambil dari ilmu termobakteriologi dengan memanfaatkan prinsip perambatan dan penetrasi panas serta sifat daya tahan panas mikroorganisme khususnya yang mampu membentuk spora.

Makanan yang berasam rendah dengan pH di atas 4,5 memerlukan pemanasan yang lebih kuat dibandingkan dengan makanan yang bersifat asam dan berasam tinggi. Ikan memiliki pH mendekati netral, yaitu 6,8 biasanya diproses dengan suhu 121oC dengan waktu tergantung pada cepat lambatnya perambatan panas untuk mencapai titik terdingin makanan dalam kaleng, serta daya tahan mikroba yang mengkontaminasi makanan.

Proses panas harus cukup untuk dapat menonaktifkan mikroba yang terdapat dalam makanan kaleng atau untuk mecapai sterilisasi komersil. Pemanasan yang kurang cukup dapat menimbulkan resiko ekonomi dan resiko kesehatan, karena sejumlah mikroba yang tahan panas akan menyebabkan kerusakan pada produk, yang mengakibatkan kerugian. Di samping itu, jika bakteri Clostridium botulinum tidak mati, akan menghasilkan toksin yang dapat mengakibatkan kematian. Proses pemanasan makanan kaleng yang dianggap aman adalah yang dapat menjamin bahwa makanan tersebut telah bebas dari Clostridium botulinum.

F. Pendinginan

Wadah harus cepat didinginkan segera setelah proses sterilisasi selesai, dengan tujuan untuk memperoleh keseragaman (waktu dan suhu) dalam proses dan untuk mempertahankan mutu produk akhir. Apabila pendinginan terlalu lambat dilakukan maka produk cenderung terlalu masak sehingga akan merusak tekstur dan cita rasanya. Selain itu, selama produk berada pada suhu antara suhu ruang dan suhu proses, pertumbuhan spora bakteri tahan panas akan distimulir. Selain itu, dengan pendinginan juga mengakibatkan bakteri yang masih bertahan hidup akan menyebabkan shock sehingga akan mati.

G. Pemberian Label dan Penyimpanan

Setelah dingin, kaleng atau gelas jars diberi label sesuai dengan keinginan produsen, pemberian label ditujukan untuk mengetahui bahan yang digunakan dan untuk mengetahui kapan waktu produksi sehingga dapat menentukan masa kedaluarsanya, dan tentunya dengan pemberian label produk akan lebih dikenal masyarakat. Kemudian dikemas dalam karton atau kotak kayu dalam jumlah tertentu.

Di dalam suatu pabrik makanan kaleng seringkali diperlukan penyimpanan sementara, misalnya karena besarnya jumlah produksi, selain itu penyimpanan juga untuk menguji mutu produk sebelum dipasarkan, maka diperlukan ruang penyim panan yang baik.

Suhu penyimpanan sangat berpengaruh terhadap mutu makanan kaleng. Suhu yang terlalu tinggi dapat meningkatkan kerusakan cita rasa, warna, tekstur dan vitamin yang dikandung oleh bahan, akibatnya akan menyebabkan terjadinya reaksi kimia. Selain itu, juga akan memacu perumbuhan bakteri yang pada saat proses sterilisasi sporanya masih dapat bertahan.

Untuk mencegah timbulnya karat pada bagian luar kaleng atau tumbuhnya jamur, kelembapan ruang penyimpanan hendaknya diatur serendah mungkin. Bahan yang menggunakan gelas jars harus dihindari dari cahaya, karena dapat menurunkan mutu beberapa produk makanan kaleng akibat dari perubahan warna dan rusaknya beberapa macam vitamin.

7. Pengujian Mutu Dan Kerusakan Makanan Kaleng

Pengawasan pada produksi makanan yang dikalengkan harus dilakukan selama persiapan bahan mentah dan pemanasan, untuk itu perlu dilakukan pengujian secara fisik dan kimiawi serta pengujian secar mirobiologis. Jika prosedur pengalengan dilakukan dengan benar dan sanitasinya diperhatikan, maka kerusakan makanan kaleng jarang terjadi. Tetapi jika terjadi juga, maka identifikasi jenis mikroba penyebabnya akan sangat membantu usaha yang harus dikerjakan untuk mencegah akan terulang lagi.

1. Pengujian Secara Fisik Dan Kimia

Pengujian secara fisik dan kimia harus dapat memberikan penjelasan mengenai suara wadah bila dipukul secara mekanis, kenampakan wadah, terdapat atau tidaknya garam metal berbahaya dalam produk. Pemeriksaan yang teliti harus dilakukan terhadap keadaan badan atau tutup kaleng. Adanya lekukan pada badan kaleng atau keretakan pada gelas jars harus dicatat untuk pemeriksaan selanjutnya.

Pengujian harus dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya kebocoran. Mutu penutupan sebaiknya dilakukan selama proses pengalengan terjadi, untuk menghindari banyaknya produk yang terbuang. Demikian juga mutu penutupan, baik kaleng maupun gelas jars harus diuji setelah wadah dibuka. Produk makanan kaleng harus diperiksa warna, kenampakan, dan baunya. Adanya penyimpangan bau merupakan tanda adanya kebusukan, perubahan mungkin karena adanya reaksi antara produk dengan kaleng.

Pada pabrik pengalengan yang besar dilakukan pula pengujian secara organoleptik oleh panelis yang sudah terlatih. Untuk menguji mutu dan cita rasa produk, panel tes itu juga berguna untuk menguji penerimaan produk-produk baru oleh konsumen.

2. Pengujian mikrobiologis

Pengujian mikrobiologis dilakukan untuk mengecek efektivitas sterilisasi, mutu produk, jenis, dan jumlah mikroba yang masih hidup dalam wadah dan penyebab kebusukan. Umumnya, pemeriksaan mikrobiologis memerlukan teknik dan peralatan yang lebih khusus dibandingkan dengan pemeriksaan fisik dan harus dilaksanakan oleh laboratorium yang berkompoten. Sebelum produk makanan kaleng didistribusikan harus dilakukan penyimpanan terlebih dahulu selama 10 hari untuk pemeriksaan. Selama waktu tersebut dilakukan pengamatan ada tidaknya kebusukan, misalnya terjadi penggembungan kaleng atau terjadi kebocoran akibat penutupan kurang baik. Apabila dengan pemeriksaan mikrobiologis ditemukan produk makanan kaleng yang mengalami pembusukan maka dianggap mengandung racun Clostridium botulinum.

Makanan kaleng yang mempunyai pH lebih besar dari 4,0 kebocoran wadah biasanya ditunjukkan dengan adanya campuran flora mikroba. Adanya mikrokolus atau khamir umumnya membuktikan adanya kebocora.

8. Kerusakan Makanan Kaleng

Penyebab kerusakan dapat dibagi dua, yaitu kerusakan yang disebabkan karena kesalahan pengolahan dan kebocoran kaleng. Kerusakan itu menyebabkan produk makanan kaleng yang tidak steril komersil. Jadi, kerusakan tersebut timbul karena pertumbuhan mikroba. Selain kerusakan akibat mikroba masih ada beberapa penyebab lainnya yang bersifat nonmikrobial diantaranya seperti wadah yang kurang steril atau karena suhu yang kurang tinggi.

Faktor-faktor tersebut meliputi kurang sempurnanya pembuangan udara pada retort, sisa cairan terlalu banyak pada retort, kesalahan pengeringan produk kering, sifat produk yang lambat menjadi panas, perubahan fisik pada produk, kurang cukup pengisian sehingga head space terlalu besar, dan kesalahan proses pemanasan.

2 komentar: